A.
Kedudukan Pancasila
Berdasarkan teori Nawiasky, A. Hamid
S. Attamimi kemudian membandingkannya dengan teori Hans Kelsen dan
menerapkannya pada struktur tata hukum yang berlaku di Indonesia. Attamimi menunjukkan
struktur hierarki tata hukum Indonesia berdasarkan teori tersebut, yaitu:
1) Staatsfundamentalnorm: Pancasila (Pembukaan UUD 1945).
2) Staatsgrundgesetz: Batang Tubuh UUD 1945, Tap MPR,
dan Konvensi Ketatanegaraan.
3) Formell
gesetz:
Undang-Undang.
4) Verordnung
en Autonome Satzung: Secara
hierarkis mulai dari Peraturan Pemerintah hingga Keputusan Bupati atau
Walikota.
Penempatan Pancasila sebagai Staatsfundamental-norm
pertama kali disampaikan oleh Notonagoro. Pancasila dilihat sebagai cita
hukum (rechtsidee) merupakan bintang pemandu. Posisi ini mengharuskan
pembentukan hukum positif adalah untuk mencapai ide-ide dalam Pancasila, serta
dapat digunakan untuk menguji hukum positif. Dengan ditetapkannya Pancasila
sebagai Staatsfundamentalnorm maka pembentukan hukum, penerapan,
dan pelaksanaanya tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai Pancasila.
Namun,
dengan penempatan Pancasila sebagai Staats-fundamentalnorm berarti
menempatkannya di atas Undang-Undang Dasar. Jika demikian, Pancasila tidak
termasuk dalam pengertian konstitusi, karena berada di atas konstitusi. Untuk
membahas permasalahan ini dapat dilakukan dengan melacak kembali konsepsi norma
dasar dan konstitusi menurut Kelsen dan pengembangan yang dibuat oleh Nawiasky,
serta melihat hubungan antara Pancasila dan UUD 1945.
Semua norma hukum adalah milik satu
tata aturan hukum yang sama karena validitasnya dapat dilacak kembali, secara
langsung atau tidak, kepada konstitusi pertama. Bahwa konstitusi pertama adalah
norma hukum yang mengikat adalah sesuatu yang dipreposisikan, dan formulasi
preposisi tersebut adalah norma dasar dari tata aturan hukum ini.
Pancasila lahir dan dirumuskan dalam
persidangan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
pada saat membahas dasar negara, khususnya dalam pidato Soekarno tanggal 1 Juni
1945. Soekarno menyebut dasar negara sebagai Philosofische grondslag sebagai
fondamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya yang diatasnya akan didirikan
bangunan negara Indonesia. Soekarno juga menyebutnya dengan istilah Weltanschauung
atau pandangan hidup. Pancasila adalah lima dasar atau lima asas.
Pidato yang
dikemukakan Soekarno pada saat itu adalah rangkaian persidangan BPUPKI yang
membahas dasar negara. Selain Soekarno, anggota-anggota yang lain juga
mengemukakan pendapatnya baik secara lisan maupun tertulis. Dari berbagai
pendapat yang dikemukakan dalam persidangan tersebut, kemudian ditunjuk tim
perumus yang terdiri dari 8 orang, yaitu: Ir. Soekarno, Drs. M. Hatta, Mr. M.
Yamin, M. Soetardjo Kartohadikoesoemo, R. Otto Iskandardinata, Mr. A. Maramis,
Ki Bagoes Hadikoesoemo, dan K.H. Wachid Hasjim. Tim ini menghasilkan rumusan
yang kemudian dikenal dengan Piagam Jakarta dan diterima oleh BPUPKI pada
tanggal 10 Juli 1945. Dokumen inilah yang menjadi Pembukaan UUD 1945
setelah terjadi kompromi dengan pencoretan tujuh kata. Walaupun pengaruh
Soekarno cukup besar dalam perumusan dokumen ini, namun dokumen ini adalah
hasil perumusan BPUPKI yang dengan sendirinya merepresentasikan berbagai
pemikiran anggota BPUPKI. Dokumen ini disamping memuat lima dasar negara yang
dikemukakan oleh Soekarno, juga memuat pokok-pokok pikiran yang lain.
Jika masalah dasar negara disebutkan
oleh Soekarno sebagai Philosofische grondslag ataupun Weltanschauung,
maka hasil dari persidangan-persidangan tersebut, yaitu Piagam Jakarta yang
selanjutnya menjadi dan disebut dengan Pembukaan UUD 1945, yang merupakan Philosofische
grondslag dan Weltanschauung bangsa Indonesia. Seluruh
nilai-nilai dan prinsip-prinsip dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara
Indonesia, termasuk di dalamnya Pancasila.
B. Pancasila Sebagai Sumber Dari Segala Sumber Hukum
Upaya mewujudkan Pancasila sebagai
sumber nilai adalah dijadikannya nilai- nilai dasar Pancasila sebagai sumber
bagi penyusunan norma hukum di Indonesia. Hal ini sesuai dengan kedudukannya
sebagai dasar (filosofis) negara sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945
Alinea IV, yang dijabarkan lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang
No. 10 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala
sumber hukum negara.
Negara Indonesia memiliki hukum
nasional yang merupakan satu kesatuan sistem hukum. Sistem hukum Indonesia itu
bersumber dan berdasar pada pancasila sebagai norma dasar bernegara. Pancasila
berkedudukan sebagai grundnorm (norma dasar) atau staatfundamentalnorm (norma fondamental negara) dalam jenjang norma
hukum di Indonesia.
Nilai-nilai pancasila selanjutnya
dijabarkan dalam berbagai peraturan
perundang-undangan yang ada, baik dalam bentuk undang-undang, ketetapan, keputusan, kebijaksanaan pemerintah, program-program pembangunan, dan peraturan-peraturan lain yang pada hakikatnya merupakan nilai instrumental sebagai penjabaran dari nilai-nilai dasar pancasila.
perundang-undangan yang ada, baik dalam bentuk undang-undang, ketetapan, keputusan, kebijaksanaan pemerintah, program-program pembangunan, dan peraturan-peraturan lain yang pada hakikatnya merupakan nilai instrumental sebagai penjabaran dari nilai-nilai dasar pancasila.
0 komentar:
Posting Komentar